Journey To The Past – Soerabaia [1]

[…] Membayangkan Amsterdam of the East, dengan jejalur utama dari aliran Kalimas, dan kawasan “pedestrian-friendly” di wilayah benedenstad untuk membuka cakrawala ruang waktu ke masa lampau. Tetapi hal seperti itu membutuhkan kesadaran publik yang solid untuk mewujudkannya. […]

Petikan kata Hilman Taofani itu melecut Angki memahami lebih dan lebih memahami kota Surabaya yang oleh sebagian orang dibenci karena panasnya. Awalnya Gita dan Denayantoi berencana ikut, tapi keduanya tentatif dan totally sign off karena finansial (jaremu lo Git) :mrgreen: . Lalu pak Agoes via milis Wisata Surabaya woro-woro bahwa mahasiswa Petra jurusan Pariwisata akan mengadakan acara yang sama. Tanpa banyak cakap nan kacang, Angki langsung menghubungi Arina yang terdapat di woro-woro ituh.

Acara yang berlangsung 26 Oktober 2008 dengan tajuk Surabaya Heritage Walk – Journey to the Past dimulai dari kampus UK Petra di Siwalankerto berangkat tepat jam 07:45 WIB. Acara ini sakjane acara balas dendam, soale Fahmi, Hilman, Tita , Gina, Chante, wes kesana dengan tema Mlaku-Mlaku Soerabia Lawas. Sebagai penggemar jalan-jalan, penggila fotografi serta penikmat kuliner alangkah ironisnya Angki tidak mengunjungi tempat bersejarah ini.

Photoblog: di http://radenangki.multiply.com/photos/album/33/Surabaya_Heritage_Walk

Ada 12 tempat old skul yang dikunjungi:
1. Ophaal Brug
Ophaal Brug dalam bahasa Suroboyoan dikenal dengan jembatan Petekan merupakan jembatan yang dibangun Belanda bersistem buka tutup. Disebut petekan berawal dari kata “petek” karena jembatan itu dapat “metek” alias buka-tutup. Dibangun disana untuk mempercepat akses dari tanjung perak ke kawasan Ampel. Karena untuk memutar lewat Jembatan Merah terlalu jauh dari pelabuhan Tanjung Perak menuju kawasan Ampel begitu juga sebaliknya, maka dibuatlah Jembatan Petekan ini dengan sistem buka tutup agar perahu yang melewati Kali Mas dari Tanjung Perak dapat membawa barang dagangan ke kawasan Kembang Jepun.

2. House of Sampoerna
Bangunan yang Belanda totok ini dibangun pada tahun 1862. Kemudian oleh Liem Seeng Tee dibelilah bangunan itu pada tahun 1932. Di Museum House of Sampoerna merupakan tempat peninggalan barang-barang peninggalan Liem Seeng Tee dan keturunannya. Terdapat kios merupakan tempat berjualan Liem Seeng Tee kebutuhan sehari-hari. Kereta angin (sepeda) yang dipakai Liem Seeng Tee berkeliling menjajakan rokok kretek 234-nya. Jika kita ke lantai dua, maka kita dapat melihat proses pelintingan rokok 234 manual oleh para pekerja yang terdapat di belakang HoS ini. Berhubung Angki ke sana pada hari minggu, maka angki g’ bisa lihat proses pelintingan rokok itu.

3. De Java Bank
Seperti namanya, tempat ini memang tempat penyimpanan uang jaman kolonial dengan nama De Java Bank. Menurut tour leader Deborah, bangunan ini merupakan kolaborasi antara arsitektur Belanda dengan sentuhan Jawa. Itu bisa dilihat dari ukiran yang terdapat di samping ujung gedung (digambar berbentuk segitiga), dibawah dromer (jendela di atap) yang berornamen ukiran Jawa (Jogja) yang terdapat juga di bawah bagian jendela menuju tangga utama. Sayang sekali waktu Angki kesana tempat ini terkunci dengan “baik”.

4. Telefong Offece
[Gambar menyusul] Merupakan kantor urusan cakap bercakap jarak jauh (Tele) jaman Belanda dan saat ini juga dipakai oleh PT. TELKOM untuk kantor administrasi, “soulnya dapet” menurut Angki disini. Menurut Tour Leader (TL) nona Deborah, kantor ini merupakan salah satu pelopor arsitektur modern. Karena kantor tiga lantai ini dibuat dengan konstruksi beton, bukan batu bata.

5. Gedung Internatio
Merupakan gedung terbesar di kawasan ini. Dibangun oleh Ir. F.J.L. Ghijsels dari “AIA” (Algemeen Ingenieurs en Architecten) pada tahun 1929. Kantor ini merupakan kantor perdagangan luar negeri, kalo jaman sekarang kurang lebih seperti WTC gitu yak. Dan Angki banyak “hang” ketika disini, karena suasana rame bin macet membuat suara Deborah tenggelam oleh deru mesin angkot, terikan tukang becak dan wacana simpang siur dari tiap tour leader yang memandu anggotanya.

6. De Algeemene
Gedung yang dibangun pada 1901 ini berfungsi sebagai bank. Ciri khas bangunan ini adalah “macan penunggu” yang terdapat di pintu depan. Bangunan ini dirancang oleh Hendrik Petrus Berlage. Dan gedung ini sempat dipakai oleh Apedi (Asosiasi Pedagang Indonesia). Ada yang unik dari bangunan ini, yaitu adanya koran di depan pintu. Terus?? Ya kan intinya rumah atau gedung ini masih langganan koran toh. Dan kata noni Deborah, gedung ini memang ada penghuninya 😯 . G’ usah takut, penghuninya (suami-istri) masih menjejak ke tanah waktu berjalan. Suami istri tersebut memang pengurus dari gedung ini dan di dalam gedung ini kosong. Satu-satunya hal yang menarik kata Deborah adalah tangga menuju lantai dua yang besar da n indah. (photo de Algeemene by Fahmi)

(……………………………….bersambung)

13 thoughts on “Journey To The Past – Soerabaia [1]

  1. Pingback: Legenda Kacang Kuah « Raden Mas Angki Bukaningrat ™

  2. Pingback: Tantangan Fotografi « Raden Mas Angki Bukaningrat ™

  3. beuh… bulan nopember… bulane, perjuangan arek2 suroboyo
    apa raden mas angki bukaningrat bisa link kan lagu perjuangan & lagu suroboyoan,…..jembatan merah, rek ayo rek, surabaya surabaya oh surabaya…, tanjung perak tepi laut…dll (ada yg gak tau judul na,… jadi asal typiing lirik…) 😀

    Laah kamu pikir saya pencipta lagu laksana Melly Guslaw? atau Ahmad Dhani? Nggak tuuhhh 😛

    Like

  4. hehehe…
    ga’ ngerti ajeng command opo..?!
    owyo iki lak wes command yo…
    tapi opo isine…
    wah bingung nulise.
    sek ta, iki khan wes command jenenge..
    mm…

    Kuempluuuuu..!!!! 😛

    Like

thank you for comment ;)