Menjadikan Hobi Sebagai Profesi : Kesalahan Fatal

hobi-sebagai-profesi
Pertama kali mendengar kalimat itu “Menjadikan Hobi Sebagai Profes : Kesalahan Fatal”  membuat saya menolak untuk setuju. Loh bukankah itu menjadi impian semua banyak orang bahwa hobi yang dia jalankan menghasilkan pundi-pundi uang dengan cara kerja yang sesuai selera.

Penjelasan itu didapat dari pemateri pelatihan komunikasi yang saya ikuti di Jakarta.Menurut si pemateri, hobi itu adalah kegiatan yang dikerjakan dengan sukacita gembira ria tanpa ada tekanan dan paksaan. Ketika menjalankan hobi penuh paksaan, aturan dan tekanan disitulah hobi bukanlah hobi lagi. Dia mencontohkan seorang sahabatnya (sebut saja namanya Joko) yang memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan sebagai konsultan dan beralih profesi menjadi penulis jalan-jalan.

Awalnya Joko yang memiliki hobi fotografi itu melakukan jalan-jalan keliling Indonesia di akhir pekan saja. Seiring berjalannya waktu, hasil foto-foto yang dipotret oleh Joko diminati oleh beberapa situs agen perjalanan, situs jalan-jalan serta majalah baik dalam negeri atau luar negeri. Tawaran demi tawaran untuk melakukan perjalanan ke suatu tempat bertubi-tubi menghampiri Joko. Bahkan nominal rupiah yang diterima Joko melebihi nominal gaji bulanan yang dia terima sebagai konsultan.

Dengan percaya diri dia mengajukan pengunduran diri ke perusahaan konsultan tempat dia mengabdi selama 10 tahun untuk fokus ke pekerjaan sebagai penulis fotografi dan jalan-jalan. “This is my way” ujarnya.

Awal menekuni profesi ini, Joko amat sangat antusias. Semua kanal media sosial miliknya penuh foto-foto pemandangan, makanan, selfie, POI, human interest. Pokoke foto sing apik-apik kabeh.

_________________
Setelah setahun menjalani profesi baru ini, Joko tidak bisa merasakan nikmatnya profesi yang dia bangga-banggakan setahun lalu.

Berangkat pada pagi buta, akomodasi yang sering berbeda dengan kesepakatan, alur perjalanan yang padat, tujuan wisata yang harus dikunjungi, cuaca yang kurang mendukung, penundaan penerbangan pesawat yang kerap, belum laporan keuangan yang harus dia buat usai perjalanan, tulisan yang wajib disetor ke media, pengolahan gambar dan video (video & photo editing) semua harus harus selesai dalam kurun waktu seminggu.

Sampai pada satu waktu Joko berkata ke pemateri pelatihan komunikasi saya, bahwa dia ingin menikmati perjalanan yang dia datangi, tanpa perlu diwajibkan ini itu, laporan gono gini, perjalanan sana sini, seperti ketika melakukannya di akhir pekan.

Dari penjelasan Joko ini, pemateri komunikasi ini menjelaskan bahwa setiap pekerjaan pasti ada konsekuensinya. Akhirnya pemateri komunikasi ini memberikan solusi kepada Joko untuk mengubah “Hobi Sebagai Profesi” menjadi “Hobi Sebagai Bisnis”

Saya bertanya ke pemateri, “Bukankah itu sama saja om?”

Pemateri menjawab, Beda. Kalo profesi Anda yang jadi pelaku pekerjaan, kalo bisnis Anda yang mengendalikan.

“Jadi, apa profesi Joko sekarang oom?”

Dia sekarang menjadi kontibutor tulisan media perjalanan, agen tiket perjalanan dan EO perjalanan wisata perusahaan-perusahaan, mendirikan pelatihan fotografi dan pengolahan foto-video bagi sekolah-sekolah. Dan dia cerdas dalam mengolah usaha EO Perjalanan itu.

“Caranya gimana oom?”

Dia meminta semua peserta di setiap EO perjalanan wisata itu untuk mengirimkan beberapa foto yang diambil oleh peserta jalan-jalan ke emailnya. Nanti foto-foto itu yang dijadikan bahan tulisan ke media. Kini Joko bisa melakukan perjalanan wisata yang dia tentukan sendiri, dengan foto & video yang beragam dan tanpa laporan ini itu. Karena semua laporan sudah dibuat oleh admin EO-nya.

Moral cerita : Saya lupa nama pematerinya
Model foto : Iman Brotoseno

Kerja Di Mana

 Kalimat tanya kerja di mana lebih sering saya dengar dari orang Indonesia dari para dari orang bule atau luar nagari. Dan menurut saya kalimat kerja di mana itu tidak penting. Yang penting menurut saya adalah profesi seseorang. Kalimat kerja di mana merupakan bagian keterangan dari bentuk S-P-O-K (subyek, predikat, obyek, keterangan). Dan keterangan dalam bentuk S-P-O-K bisa (bahkan sering) dibaikan untuk mempersingkat pengucapan. Keterangan juga merupakan pelengkap dalam kalimat bentuk S-P-O-K.

Markilatoh (Mari kita lihat contoh berikut);

  • Kerja di mana sekarang? | di bank ***** | wah hebat kamu jadi apa? | jadi CS | wew keren yak jadi castemer serfis | castemer serfis apaan? klining serfis tauk.
  • Kerja di mana sekarang? | di Pert**** | wik heibat minta pertamax dong. Di bagian apa? | Distribusi minyak | emang ada? | Ada lah, misal kalo ke pom bensin, “Berapa pak?” “sepuluh ribu” “Berapa bu?” “lima ribu”
  • Kerja di mana bu? | di ITS | jadi apa? | juru parkir

Kalimat kerja di mana juga pada awalnya menjadi semacam penghargaan (baca: gengsi) bagi yang ditanya, kemudian menjadi njoplang saat ditanya profesi tidak “sesuai” dibandingkan lokasi kerja. Tidak sesuai disini misal menjawab kerja di bank, yang ada dalam benak penanya, kalo tidak teller, marketing, satpam atau CS. Tidak terlintas dalam benak penanya profesi klining serfis. Padahal tanpa kehadiran klining serfis, suasana bank akan menjadi dekil, rusuh dan tidak nyaman.

Untuk seseorang wiraswastawan, pengusaha atau pekerja lepas (freelance) kalimat kerja di mana bisa cocok atau tidak. Karena mereka bekerja tidak berdasarkan lokasi. Okelah untuk pengusaha makanan, percetakan, petani, pengusaha atau peternak yang membutuhkan benda (baik mati atau hidup) agar usahanya berjalan, wajib memiliki lokasi kerja. Bagaimana dengan pekerja lepas yang mengandalkan keahliannya dalam mendulang uang? Desainer grafis, fotografer, arsitek, ilustrator, web designer atau programmer merupakan pekerja lepas yang bisa bekerja di manapun, walau mereka juga bisa bernaung di sebuah agensi atau perusahaan. Banyak juga freelancer yang menjadikan rumah atau kos-kosan menjadi kantor untuk keperluan surat menyurat atau tempat bertemu dengan klien.

Jika petani ditanya kerja di mana pasti menjawab di sawah (ngapain? mancal sawah)
Jika  pekerja pembersih kaca ditanya kerja di mana, dijawab di tower (ngapain? nimpuk situ pake batu)
dll dsb

Bukankah dengan menanyakan profesi bisa langsung merujuk pada lokasi pekerjaan. Petani ya di sawah. Kalimat kerja di mana terlalu luas bagi seorang. Karena dalam sebuah perusahaan, kantor, ada bagian profesi yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan menanyakan profesi, orang yang ditanya akan langsung memberikan lokasi tempat dia bekerja.

Misal, pekerjaan anda apa? saya humas di PT Susu Sehat Alami. Atau, saya marketing di CV Kamera Murah. Dengan langsung menanyakan profesi, secara ostomastis, orang yang ditanya akan langsung menambahkan lokasi tempat dia bekerja.

Moral cerita: Setiap pekerjaan yang dilakukan umat manusia selalu ada resiko, konsekuensi dan tanggung jawab yang diemban di manapun tempatnya. Sekecil apapun sebuah pekerjaan jika dilakukan sepenuh hati merupakan bentuk ibadah. Hal itulah yang diucapkan oleh Dahlan Iskan, ketika ditanya apa yang akan dikerjakan setelah ganti hati (liver) nanti. Dia akan bekerja, bekerja dan bekerja sebagai bentuk terima kasih pada Tuhan yang telah memberikan kehidupan kedua yang sekaligus beribadah.

gambar : TribunNews 


angki